DUMAI – Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) 1 Kota Dumai membantah keras tudingan yang menyebut pihak madrasah melakukan pungutan liar (pungli) terhadap orang tua siswa. Pihak sekolah menegaskan, tuduhan tersebut tidak berdasar, tidak sesuai fakta, dan dapat merugikan citra serta keberadaan madrasah.
Hal ini disampaikan oleh Kepala MTsN 1 Dumai Sri Mayang Mandra, S.Pd, menanggapi isu yang beredar di tengah masyarakat dan dimuat di salahsatu media lokal.
Ia menegaskan, seluruh sumbangan yang diterima dari wali siswa bersifat sukarela dan melalui mekanisme resmi sesuai regulasi yang berlaku.
“Penghimpunan sumbangan dari wali siswa dilakukan berdasarkan kesepakatan bersama antara Pengurus Komite dengan para wali siswa. Tidak ada pemaksaan dalam bentuk apa pun,” tegasnya, Sabtu (15/6/2025).
Sri Mayang menjelaskan, pengelolaan sumbangan sepenuhnya dikendalikan oleh Komite Madrasah dan bukan oleh pihak sekolah. Dana tersebut digunakan untuk menunjang kegiatan operasional pembelajaran yang tidak tercakup dalam Bantuan Operasional Sekolah (BOS), termasuk pembayaran honor bagi guru yang baru direkrut dikarenakan tidak tercukupinya guru yang berstatus ASN untuk mata pelajaran tertentu.
Terkait dengan dana untuk pembelian pakaian seragam, semuanya diterima dan dikelola oleh Komite. Tidak ada keterlibatan guru, TU dan Kepala Madrasah dalam penghimpunan atau menerima sumbangan secara langsung dari wali siswa.
Ia menambahkan, seluruh mekanisme tersebut telah sesuai dengan Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 16 Tahun 2020 tentang Komite Madrasah. Regulasi ini bertujuan untuk meningkatkan mutu pelayanan di Madrasah dengan melibatkan orang tua/wali siswa dan pihak terkait lainnya dalam penyelenggaraan pendidikan.
"Selain itu Peraturan Mendikdasmen, nomor. 8 tahun 2025, tentang larangan membayar gaji guru honorer yang baru direkrut dengan menggunakan dana BOS," ujarnya.
"Maka dari itu, peran serta komite dan wali siswa menjadi sangat penting,” jelasnya lagi.
Kepala MTsN 1 Dumai Sri Mayang Mandra, S.Pd mengatakan sebagai bentuk kepedulian, Komite juga memberikan kebijakan khusus bagi siswa dari keluarga kurang mampu atau yatim piatu. Mereka mendapat pertimbangan tersendiri dalam hal kontribusi sumbangan.
“Kami berharap klarifikasi ini dapat meluruskan informasi yang berkembang dan tidak memunculkan stigma negatif terhadap madrasah,” pungkas Sri Mayang.